Minggu, 30 Desember 2007

SEJARAH KELAPA SAWIT

1. SEJARAH KELAPA SAWIT
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mamitius dan Amsterdam lalu ditanam di kebun Raya Bogor.
Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia ). Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.
Pada tahun 1919 mengekspor minyak sawit sebesar 576 ton dan pada tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.
Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan). Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer di setiap jenjang manejemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL (Buruh Militer) yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan militer. Perubahan manejemen dalam perkebunan dan kondisi social politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit menurun dan posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan keja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR – BUN).


2. PERUSAHAAN INTI RAKYAT PERKEBUNAN (PIR – BUN)

Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) adalah pengembangan perkebunan dengan menggunakan Perkebunan Besar sebangai inti dan membimbing Perkebunan Rakyat sekitarnya sebagai plasma, dalam suatu system kerjasama yang saling menguntungkan, utuh dan berkesinambungan.
Perusahaan Inti adalah Perkebunan Besar baik milik swasta maupun milik negara yang ditetapkan sebagai pelaksana proyek PIR.
Petani Peserta adalah petani yang ditetapkan sebagai penerima pemilikan kebun plasma dan berdomisili di wilayah plasma.
Kebun Plasma adalah areal wilayah plasma yang dibangun oleh Perusahaan Inti dengan tanaman perkebunan yang diperuntukkan bagi petani peserta.
Konversi adalah pengalihan kredit biaya pembangunan plasma dari atas nama Pemerintah menjadi beban Petani Peserta.
Tujuan Utama PIR-BUN adalah mengangkat harkat hidup petani dan keluarganya dengan cara meningkatkan produksi dan pendapatan usaha tani.

Hak-hak Petani Peserta
Memperoleh lahan kebun lebih kurang 1,5 – 2 Ha.
Memperoleh perumahan, lahan pekarangan dan lahan pangan sesuai pola pengembangan PIR-BUN dan situasi setempat.
Memperoleh sertifikat tanah hak milik yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional, yang untuk sementara menjadi agunan kredit di Bank.
Memperoleh bimbingan, penyuluhan dan latihan dalam berusaha tani.
Memperoleh jaminan penjualan hasil usaha tanaman pokok.
Memanfaatkan fasilitas umum (sekolah, puskesmas, rumah ibadah,dll).
Kewajiban Petani Peserta
Menanda tangani Perjanjian Kerja dengan Pemimpin Proyek Perkebunan Inti Rakyat.
Memelihara kebun dengan baik sesuai petunjuk Perusahaan Inti atau Petugas Penyuluh.
Memanfaatkan Lahan Pangan dan Lahan Pekarangan dengan baik.
Menjual seluruh hasil tanaman pokok dengan mutu yang baik kepada Perusahaan Inti sesuai dengan perjanjian produksi dan jual beli hasil kebun.
Mematuhi kewajiban pembayaran kembali hutang-hutangnya sampai lunas dari hasil penjualan produksi petani kepada Perusahan Inti sesuai akad kredit dengan Bank.
Menjadi Anggota Kelompok Tani dan Koperasi Unit Desa.

Hak Perusahaan Inti
Menetapkan petani sebagai peserta PIR-BUN setelah memenuhi persyaratan.
Mengusulkan pembatalan Hak sebagai petani peserta apabila melanggar peraturan yang berlaku.

Kewajiban Perusahaan Inti
Memberikan petunjuk dan bimbingan teknis dalam pemeliharaan, panen dan pemasaran hasil tanaman pokok serta membantu usaha tani tanaman pangan dan pekarangan.
Membantu Penerbitan Sertifikat Tanah atas naman petani peserta.
Menampung dan membeli hasil kebun petani dengan harga sesuai ketetapan pemerintah serta membantu kelancaran pengembalian kredit petani.
Mempersiapkan pelaksanaan konversi.
Turut membina Petani Peserta melalui Kelompok Tani dan KUD sehingga menjadi Mitra Kerja yang tangguh dan mandiri.

3. PELUANG INVESTASI
Kelapa sawit adalah tanaman keras sebagai salah satu sumber penghasil minyak nabati yang bermanfaat luas dan memiliki keunggulan dibandingkan minyak nabati lainnya.
Industri kelapa sawit terdiri dari beberapa segmen industri yaitu budidaya perkebunan dan mill (pengolahan kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil /CPO), industri pengolahan dan perdagangan. Umumnya industri yang banyak diusahakn di Indonesia adalah segmen perkebunan dan mill.
Luas areal tanaman kelapa sawit terus berkembang dengan pesat di Indonesia. Hal ini menunjukkan meningkatnya permintaan akan produk olahannya. Ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia antara lain ke Belanda, India, Cina, Malaysia dan Jerman, sedangkan untuk produk minyak inti sawit (PKO) lebih banyak diekspor ke Belanda, Amerika Serikat dan Brasil. Minyak sawit kasar dan minyak inti sawit dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan minyak goreng dan berbagai produk oleokimia.
Untuk meningkatkan nilai tambah limbah pabrik kelapa sawit, maka tandan kosong dapat dimanfaatkan untuk mulsa tanaman kelapa sawit, sebagai bahan baku pembuatan pulp dan pelarut organik. Tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan pembuatan arang aktif. Selain itu bungkil sawit juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pakan ternak.


4. KEUNGGULAN KELAPA SAWIT
Kelapa sawit mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya (seperti kacang kedele, kacang tanah dan lain-lain), sehingga harga produksi menjadi lebih ringan.
Masa produksi kelapa sawit yang cukup panjang (22 tahun) juga akan turut mempengaruhi ringannya biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengusaha kelapa sawit.
Kelapa sawit juga merupakan tanaman yang paling tahan hama dan penyakit dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak nabati dunia mencapai angka rata-rata 25 kg / th setiap orangnya, kebutuhan ini akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya konsimsi per kapita.
Suply sawit di dunia saat ini sangat terbatas, karena kelapa sawit hanya dapat dibudidayakan di daerah katilistiwa dan diperkirakan hanya 2% dari belahan lahan di dunia. Daerah ideal bagi perkebunan kelapa sawit adalah Malaysia dan Indonesia, akibatnya, proses produksi kelapa sawit belum mencukupi konsumsi dunia.



5. PERANAN KELAPA SAWIT DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA
Dalam perekonomian Indonesia, kelapa sawit (dalam hal ini minyaknya) mempunyai peran yang cukup strategis, karena :
Minyak sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng, sehingga pasokan yang kontinyu ikut menjaga kestabilan harga dari minyak goreng tersebut. Ini penting sebab minyak goreng merupakan salah satu dari 9 bahan pokok kebutuhan masyarakat sehinga harganya harus terjangkau oleh seluruh lapisan masarakat.
Sebagai salah satu komoditas pertanian andalan ekspor non migas, komoditi ini mempunyai prospek yang baik sebagai sumber dalam perolehan devisa maupun pajak.
Dalam proses produksi maupun pengolahan juga mampu menciptakan kesempatan kerja dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sampai pertengahan tahun 1970 an minyak kelapa merupakan pemasok utama dalam kebutuhan minyak nabati dalam negeri. Baik minyak goreng maupun industri pangan lainnya lebih banyak menggunakan minyak kelapa dari pada minyak sawit. Produksi kelapa yang cenderung menurun selam 20 tahun terakhir ini menyebabkan pasokannya tidak terjamin, sehingga timbul krisis minyak kelapa pada awal tahun 1970.
Di sisi lain, produksi minyak kelapa sawit cenderung meningkat sehingga kedudukan minyak kelapa digantikan oleh kelapa sawit, terutama dalam industri minyak goreng. Dari segi perolehan devisa, selama beberapa tahun terkhir ini kondisinya kurang baik. Volume ekspor selama dekade terakhir ini memang selalu meningkat, akan tetapi peningkatannya tidak selalu diikuti oleh peningkatan dalam nilainya. Hal ini terjdi karena adanya fluktuasi harga di pasaran Internasional.

Tidak ada komentar: